Penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah dalam masa transisi jelang Pilkada 2024 dinilai sduah sesuai dengan “skenario” penguasa saat ini. Para Pj Kepala Daerah ini seperti membawa kepentingan untuk mengamankan suara calon presiden-calon wakil presiden sesuai kepentingan Presiden Jokowi.
Dikutip Media LimaPagi bahwa, "Pernyataan itu disampaikan Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama dalam dialog live dengan RRI Programa 3, Rabu, 1 November 2023.
Ari mencontohkan kasus saat awal bulan lalu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar gagal menggelar diskusi di dalam Gedung Indonesia Menggugat Bandung, karena dianggap Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin tidak sesuai perizinan yang diajukan. Selain menjabat Pj Gubernur Jabar, Bey juga merupakan Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.
“Hal-hal seperti itu kan menimbulkan tanda tanya. Belum lagi kemarin ada pencopotan baliho salah satu capres-cawapres di Gianyar pada hari yang sama dengan kedatangan Presiden Jokowi ke Bali,” kata Ari.
Pengajar komunikasi di berbagai kampus ini menegaskan, saat ini kental sekali aroma Pj Kepala Daerah menjadi alat untuk melanggeng kekuasaan. Fakta ini seperti kontradiksi dengan arahan Jokowi saat mengumpulkan ratusan Pj kepala daerah di Istana Negara, Senin, 30 Oktober 2023 lalu.‘
Pada kesempatan tersebut, Jokowi membahas terkait peran kepala daerah memasuki tahun politik 2024. Kepala Negara menegaskan agar para kepala daerah terus memberikan dukungan kepada KPUD dan Bawaslu tanpa melakukan intervensi apapun, serta memastikan netralitas ASN terjaga.
“Saya minta jangan sampai memihak. Itu dilihat lho, hati-hati. Bapak, Ibu dilihat. Mudah sekali kelihatan Bapak, Ibu memihak atau enggak. Klik, sudah. Dan juga pastikan ASN itu netral,” tambah Jokowi.
Ari Junaedi menyatakan keraguannya pada pernyataan Jokowi. “Apakah kita masih percaya dengan yang diucapkan seorang Jokowi? Sering kali statementnya terbolak-balik. Pagi mengucapkan, siangnya sudah berubah,” katanya.
Kasus pencopotan baliho salah satu capres-cawapres di Bali mempertegas keraguan itu. Aksi penurunan baliho di Bali dikomandoi Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya. “Yang dilakukan adalah menggeser sementara alat sosialisasi tersebut berupa baliho agar estetika terjaga dan setelah selesai kegiatan, alat sosialisasi baliho tersebut sudah terpasang kembali. Jadi dapat saya tegaskan di sini tidak ada maksud lain kecuali kegiatan dapat berjalan dengan nyaman,” kilah Sang Made.
Selain sebagai Pj Gubernur Bali, Sang Made merupakan polisi aktif berpangkat jenderal bintang dua yang juga menjabat Staf Khusus Bidang Keamanan dan Hukum Menteri Dalam Negeri. “Sudah menjadi tabiat bahwa seorang yang diangkat pada jabatan tertentu akan mengucapan terima kasih pada pihak yang mengangkatnya. Di sinilah saya tak takin Pj Kepala Daerah bisa bersikap netral pada Pilpres 2024,” jelas Ari.
Pada kesempatan dialog yang sama, anggota DPR RI dari Partai Golkar Firman Soebagyo mengusulkan dibentuknya pengawas independen sebagai kunci agar Pj Kepala Daerah bisa bersikap netral. “Ketika pengawas independen menememukan tindakan pelanggaran di lapangan, harus tegas segera memberi sanksi bagi ASN yang tak netral itu, termasuk bagi Pj Kepala Daerah,” kata Firman.
Namun, Ari Junaedi menyatakan, pembentukan lembaga semacam pengawas independen tak akan efektif. “Para pengawas itu ujungnya hanya akan membuat laporan yang sifatnya formalitas. Justru di era digital ini, pengawasan publik lewat netizen mengirim foto dan video berbagai pelanggaran netralitas pemilu akan lebih efektif,” ungkapnya.
Di akhir diskusi, Ari Junaedi berharap agar para Pj Kepala Daerah tidak terus menunjukkan silkap berpihak pada kepentingan capres tertentu. “Ingatlah, rezim itu tak akan berkuasa selamanya. Para PJ Kepala Daerah seharusnya sadar akan hal itu,” pungkasnya.
0 Komentar