Menurut Luqman, MK sama saja mengabaikan Presiden dan DPR yang memiliki kewenangan membuat undang-undang jika tetap memutus seperti itu.
"Karena Putusan dibuat di luar kewenangan yang dimiliki, maka Putusan MK tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan karenanya wajib diabaikan. DPR, Presiden, KPU, Bawaslu, DKPP, dan semua pihak tidak boleh mengikuti putusan yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," ucap Luqman lewat siaran pers, Sabtu (3/6/23)
Luqman menjelaskan bahwa MK tidak berwenang melakukan uji materi terhadap pasal dalam sistem pemilu. Dia menyebut sistem pemilu tidak diatur dalam UUD 1945, sehingga MK tidak bisa mengujinya.
Dia mengatakan sistem pemilu juga masuk dalam kategori open legal policy. Hanya lembaga pembuat UU yang bisa membuat aturan sistem pemilu yakni Presiden dan DPR.
Luqman menyebut MK pun tidak berwenang membuat norma UU karena tidak mendapat mandat konstitusi untuk menjadi lembaga pembentuk UU.
"UUD memberi kuasa kepada DPR untuk memegang kekuasaan membentuk UU. Kewenangan MK menguji UU terhadap UUD, bukan membentuk UU," kata Luqman.
MK, kata Luqman, juga tidak berwenang mengabulkan permohonan uji materi yang berdampak terbentuknya norma baru sebuah UU.
"Jika MK mengabulkan permohonan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, maka MK telah bertindak di luar wewenangnya dan mengambil alih kekuasaan DPR dan Presiden. Membentuk atau merubah norma UU adalah kewenangan DPR dan Presiden, bukan MK," ucap Luqman.
Luqman menegaskan bahwa Pemilu 2024 harus tetap memakai ketentuan dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Perppu No. 1 tahun 2022 tentang Perubahan UU Pemilu.
Pola pemungutan suara yang diatur dalam UU tersebut adalah sistem proporsional terbuka (coblos caleg).
Saat ini MK tengah melakukan uji materi terhadap Pasal 168 UU No. 7 tahun 2017. Pasal yang dimaksud mengatur soal sistem proporsional terbuka (coblos caleg).
Para penggugat mengajukan uji materi karena ingin pemilu dilakukan dengan pola yang lama, yakni sistem proporsional tertutup (coblos partai).
Isu ini menjadi kekhawatiran banyak pihak usai mantan Wamenkumham Denny Indrayana mengaku mendapat bocoran bahwa MK bakal mengabulkan gugatan penggugat.
MK lalu membantahnya. Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan uji materi terhadap Pasal 168 UU Pemilu 2017 belum sampai ke tahap rapat permusyawaratan hakim, sehingga belum ada putusan yang dibahas oleh para hakim MK.
Saat dimintai komentar soal bocoran putusan MK itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari pihaknya masih menantu hasil putusan MK terkait uji materi UU Pemilu Tahun 2017 yang teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 itu.
"Apakah sudah putus apa belum, KPU pegangannya nanti sudah ada putusan MK dibacakan. Karena dari situlah kita mengetahui itulah yang benar. kalau yang sekarang ini wallahualam, kita tidak tahu," ucapnya. (Red)
0 Komentar