Foto. ANTARA
TANAH BUMBU, Kontak24jam.Net - Masyarakat Anti Perampasan Aset Negara (MAPAN) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan pelanggaran pemanfaatan lahan di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel). Kamis (24/11/22)Dilansir Berita ANTARA "Hari ini, kami datang ke KPK mendesak langkah nyata KPK untuk menindak tegas dugaan pelanggaran hukum penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan," ucap Koordinator MAPAN Amri saat menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis seperti dikutip dari keterangan tertulisnya.
Sebelum ke KPK, ia mengaku MAPAN telah mendatangi Bareskrim Polri dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk meminta dua institusi tersebut ikut turun tangan mengusut masalah tersebut. Namun, kata dia, belum ada jawaban dari dua instansi itu.
"Sebagai perwakilan dari beberapa elemen masyarakat, MAPAN berharap KPK sebagai 'leading sector' pemberantasan korupsi berani bertindak tegas terhadap para oknum perampas aset negara dan koruptor sektor kehutanan, bahkan menindak sampai penerima manfaatnya atau 'beneficial ownership', kata dia.
Oleh karena itu, kata dia, KPK perlu melakukan langkah konkret atas permasalahan pertanahan di Kotabaru tersebut.
"Hal tersebut sebagai bentuk dukungan kepada perintah Presiden RI dalam memberantas mafia tanah dan komitmen KPK yang menempatkan korupsi sektor kehutanan sebagai tindak pidana korupsi yang menjadi prioritas untuk diberantas," ujar dia.
Sebelumnya, kasus tersebut telah dilaporkan oleh Sawit Watch dan Centre for Government, Constitution and Society (Integrity) Law Firm ke KPK, Kejagung, Bareskrim Polri, dan Kementerian ATR/BPN.
Laporan tersebut terkait dugaan pelanggaran hukum berupa penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru yang mengakibatkan hilangnya hutan negara sekitar 8.000 hektare.
Laporan Sawit Watch tersebut telah dilaporkan sejak Januari 2022, namun belum direspons KPK.
Sementara, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto pernah merespons atas laporan Sawit Watch di Kotabaru itu.
Menurut Hadi, kementeriannya perlu mempelajari berbagai dokumen terhadap persoalan mafia tanah, termasuk yang terjadi di Kotabaru.
"Menyelesaikan permasalahan mafia tanah memang kita harus pelajari dari dokumen data yuridis, data fisik, dan data pendukung sehingga kita mulai melihat permasalahan itu dari warkah tanah arahnya ke mana," kata Hadi saat menjadi narasumber dalam rilis survei nasional Indikator Politik Indonesia bertemakan "Sikap Publik terhadap Reformasi Pertanahan dan Perpajakan" pada Kamis (6/10/22) lalu.
Sumber ANTARA
0 Komentar