Jakarta, Kontak24jam.Net - Ahli hukum pidana Taufik Rachman mengatakan, untuk menentukan adanya tindak pidana suatu perkara tidak harus selalu ada saksinya. Menurut Taufik, penegak hukum bisa memperoleh dugaan tindak pidana suap dari alat bukti surat atau keterangan ahli Dikutip dari Detiknews.
"Hal itu disampaikan Taufik saat menjadi saksi ahli di sidang praperadilan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/7/22). Taufik dihadirkan dari pihak KPK.
Mulanya, Taufik mengibaratkan tindak pidana suap itu seperti kentut yang tercium hanya baunya. Taufik menyatakan suap termasuk tindak pidana yang susah untuk dibuktikan.
"Mungkin bisa dijelaskan begini, seperti suap itu seperti kentut yang tercium hanya baunya saja tapi susah untuk dibuktikan," kata Taufik.
Taufik menyatakan yang paling penting dalam tindak pidana suap adalah tentang bagaimana proses 'pemberian suap'. Pemberian suap, menurut dia, bisa dilihat melalui transfer dana.
"Yang paling penting dalam tindak pidana, hal yang khusus ini berkaitan dengan suap adalah berkaitan dengan apa yang menjadi core, nah core-nya ini adalah pemberian itu harus ada yang menunjuk pada pemberian itu. Jadi tidak selalu ada saksi yang melihat, bisa jadi ada alat bukti yang lain, berkaitan dengan transfer dana, ataupun hal-hal lain yang sifatnya memberikan terjadinya suap tersebut," tuturnya.
Kemudian, sebut Taufik, untuk membuktikan suatu tindak pidana tidak selalu harus ada saksi. Taufik merujuk Pasal 184 KUHAP, yang menyebutkan bahwa penunjukan alat bukti tidak hanya terpaku pada keterangan saksi, bisa juga diperoleh melalui petunjuk lain misalnya alat bukti atau keterangan ahli.
Tidak harus ada saksinya. Ada kalanya suatu tindak pidana itu sama sekali tidak ada saksinya, itu ada, yang dimaksud dalam penunjukan alat buktinya adalah sebagaimana disebutkan di 184 KUHAP tersebut bisa jadi ada keterangan saksinya, bisa jadi diperoleh melalui petunjuk ataupun alat bukti surat, ataupun keterangan dari ahli," ujarnya. (Red)
0 Komentar