JAKARTA, Kontak24jam.Net -
Menyatakan Terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kesatu alternatif ketiga dan dakwaan kedua primer.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," demikian bunyi putusan PN Banjarmasin yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Banjarmasin, Jumat (24/6/22).
Atas putusan itu, kuasa hukum Mardani Maming, Irfan Idham, menyatakan putusan itu membuktikan tidak ada aliran suap kepada kliennya.
Atas putusan tersebut, jaksa dan Dwidjono mengajukan banding. Sebab, hukuman Dwidjono di bawah tuntutan jaksa, yaitu 5 tahun penjara.
Mengutip beberapa Media, Menanggapi putusan itu, Irfan menyatakan sikap PN Banjarmasin tidak mempersoalkan izin usaha pertambangan (IUP) yang ditandatangani Mardani Maming. Irfan menilai terdakwa bersalah menerima suap karena kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya (Pasal 11 Undang-Undang Tipikor) dan bukan karena tindakannya dalam merekomendasikan IUP (Pasal 12b).
"Ini menunjukkan bahwa pelimpahan IUP kepada PT PCN yang ditandatangani oleh Pak Mardani tidak terkait dengan suap yang diterima oleh Dwidjono," ujar Irfan Idham.
"Kalaupun ada masalah lain dalam surat keputusan, misalnya terkait apakah IUP bisa dipindahtangankan pada saat itu (tahun 2011), semua itu bisa diperdebatkan secara hukum, tapi ranahnya ada di pengadilan tata usaha negara," kata Irfan.
Menurut Irfan, PN Banjarmasin dinilai tidak ingin memasuki urusan bisnis antarperusahaan.
"Ini menarik. Sebab, jika transaksi antarperusahaan dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis yang jelas, tidak ada alasan untuk mengkriminalisasinya," kata Irfan.
Bagi Irfan, pertimbangan majelis hakim itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa transaksi bisnis antara PT PCN dan perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani tidak bisa dianggap suap atau gratifikasi.
"Apalagi semua transaksi finansial tersebut merupakan bagian dari kewajiban pembayaran utang PT PCN yang prosesnya terang benderang karena tertuang dalam perjanjian tertulis dan diproses dalam perkara PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," papar Irfan.
Lalu bagaimana dengan status Mardani yang kini jadi tersangka karena buntut kasus itu?
"Pak Mardani akan kooperatif dalam penyidikan KPK, seperti yang dia lakukan dalam persidangan di Banjarmasin. Apa yang dituduhkan kepada klien kami di persidangan Banjarmasin sebenarnya hanya terkait dengan persoalan bisnis yang tertuang dalam perjanjian tertulis dan bahkan masuk dalam proses PKPU di Pengadilan Niaga," pungkas Irfan. (Red)
0 Komentar