KONTAK24JAM.COM Banjarmasin Komisioner Komisi pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan penetapan hasil pilkada setelah pemungutan suara ulang (PSU) dan penghitungan suara ulang di 16 daerah, bisa menjadi objek hukum baru dalam sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, hasil PSU dan penghitungan suara ulang dituangkan dalam keputusan baru mengenai hasil akhir perolehan suara masing-masing pasangan calon dan tanpa harus melaporkan kepada MK sebagaimana amar putusan dalam 17 perkara yang dikabulkan sebagian oleh MK.
“Dengan 2 frase amar putusan MK tersebut, maka KPU provinsi/kabupaten/kota akan menerbitkan keputusan baru (setelah PSU), karena keputusan awal telah dibatalkan MK dan keputusan baru yang materinya berupa hasil akhir perolehan suara masing-masing pasangan calon, dapat menjadi obyek hukum baru dalam sengketa perselisihan hasil Pilkada di MK jilid dua,” ujar Hasyim kepada wartawan, Jumat (26/3/21).
Hasyim menuturkan, bahwa amar putusan dari 17 perkara sengketa Pilkada Serentak 2020 berbeda dengan penyelesaian beberapa sengketa hasil pilkada sebelumnya, yakni pada Pilkada 2017 dan Pilkada 2018. Hasyim mencontohkan Pilkada Kabupaten Intan Jaya 2017 dan Pilkada Kabupaten Sampang 2018.
Pertama, kata Hasyim, Pilkada Kabupaten Intan Jaya 2017, setelah dilaksanakan pemungutan suara ulang pada 7 TPS di 3 Distrik (kecamatan), hasilnya dilaporkan kepada MK dan selanjutnya MK menetapkan hasil perolehan suara yang benar. “Putusan MK tersebut dijadikan dasar bagi KPU Kabupaten Intan Jaya untuk menerbitkan keputusan baru tentang penetapan hasil perolehan suara,” tandas dia.
Begitu juga, kata Hasyim, dengan Pilkada Kabupaten Sampang 2018, setelah dilaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS (pilkada ulang), hasilnya dilaporkan kepada MK dan selanjutnya MK menetapkan hasil perolehan suara yang benar. Putusan MK tersebut dijadikan dasar bagi KPU Kabupaten Sampang untuk menerbitkan keputusan baru tentang penetapan hasil perolehan suara.
Menurut Hasyim, dari 2 putusan MK tersebut, terdapat amar putusan yang berbeda dengan 17 perkara sengketa hasil pilkada 2020 di mana MK meminta KPU untuk membuat keputusan baru tentang hasil perolehan suara masing-masing paslon dan tidak dilaporkan ke MK.
“Berdasarkan analisis tersebut, disampaikan kepada KPU provinsi/kabupaten/kota agar bersungguh-sungguh, cermat, hati-hati dan berpedoman pada prosedur dalam melaksanakan pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang, karena hasilnya yang dituangkan dalam ‘keputusan baru’ potensial dijadikan ‘obyek hukum baru’ sengketa hasil di MK,” jelas dia.
Selain itu, Hasyim juga meminta jajarannya mempersiapkan anggaran untuk membiayai kuasa hukum jika hasil pilkada setelah PSU dan penghitungan suara ulang kembali digugat ke MK. “KPU Provinsi/Kabupaten/Kota juga perlu menyiapkan anggaran untuk advokat sebagai kuasa hukum nantinya bila nyata-nyata terdapat permohonan sengketa hasil pilkada pascapelaksanaan pemungutan ulang atau penghitungan suara ulang sebagai pelaksanaan putusan MK,” pungkas Hasyim.
Diketahui, KPU akan kembali menggelarkan pemungutan suara ulang (PSU) di 15 daerah dan penghitungan suara ulang di satu daerah yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 lalu. PSU ini merupakan tindaklanjut atas putusan MK yang mengabulkan sebagian sengketa dari 17 perkara perselisihan hasil pilkada serentak 2020.
Dari 17 perkara, terdapat dua perkara yang menggugat pilkada di satu daerah, yakni Pilkada Kabupaten Nabire Papua dengan putusan MK menyatakan untuk melakukan PSU di seluruh TPS se-kabupaten Nabire. Selain itu, terdapat 2 perkara terkait dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, yakni Pilgub Kalimantan Selatan dan Pilgub Jambi. ( Red )
0 Komentar